Mahmoud Abbas Tak Akan Lanjutkan Perundingan Damai dengan Israel

3/12/10

Mahmoud Abbas
RAMALLAH - Cetak biru Ramat Shlomo membuyarkan rancangan Amerika Serikat (AS) untuk secepatnya kembali memulai perundingan damai Israel-Palestina. Kemarin (11/3) kepada Liga Arab, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas menegaskan tidak akan melanjutkan perundingan damai dengan Israel. Baik langsung maupun lewat perantara.


Dalam perbincangan telepon dengan Sekjen Liga Arab Amr Mussa, pemimpin 74 tahun itu mengatakan bahwa Palestina tidak akan kembali berunding dengan Israel. Kecuali, pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu bersedia membatalkan cetak biru Ramat Shlomo. "Presiden Palestina memutuskan tidak melakukan perundingan saat ini. Palestina tidak siap berunding dalam situasi seperti ini," kata Mussa dalam jumpa pers di Kairo, Mesir, seperti dilansir Reuters.

Rabu lalu (10/3) Mussa mengadakan rapat darurat dengan para diplomat Liga Arab untuk membahas cetak biru Ramat Shlomo. Pada hari yang sama, rancangan sepihak itu juga menuai kecaman dari Wakil Presiden AS Joseph "Joe" Biden dan Sekjen PBB Ban Ki-moon. Kemarin giliran Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (EU) Catherine Ashton yang mengutuk Tel Aviv.

"Penghinaan ini sudah mencapai puncak yang tidak bisa diterima masyarakt Arab. Israel tidak peduli kepada siapa pun. Tidak pada mediator perundingan (AS) atau Palestina," tandas Mussa. Karena itu, lanjut dia, negara-negara anggota Liga Arab sangat mendukung sikap Abbas. Tanpa pembatalan cetak biru Ramat Shlomo, Liga Arab menganggap perundingan damai Israel-Palestina sia-sia belaka.

Sebelumnya, Abbas sepakat untuk melanjutkan perundingan damai dengan Israel lewat perantaraan AS. Tapi, publikasi Israel soal rencana pembangunan 1.600 rumah baru bagi warga Yahudi di Jerusalem Timur membuat politikus moderat itu berubah pikiran. Meski tidak langsung, dia hanya bersedia melanjutkan perundingan damai jika Israel berhenti mengembangkan permukiman Yahudi. Terutama di kawasan Jerusalem Timur yang bakal menjadi ibu kota negara Palestina.

Saeb Erakat, juru runding Palestina, menambahkan bahwa perubahan sikap Abbas itu bakal menjadi tanda awal matinya perundingan damai dua negara. "Ini adalah kesempatan terakhir untuk mewujudkan perdamaian permanen di Timur Tengah," paparnya kepada Agence France-Presse. Rencananya, negosiasi awal Israel-Palestina yang dimediatori AS diselenggarakan satu atau dua pekan mendatang. Negosiasi awal itu diharapkan menjadi pembuka jalan bagi kelanjutan perundingan damai.

"Saya harap, minggu depan (utusan AS untuk Timur Tengah George) Mitchell kembali dan memberitahukan kepada kami bahwa keputusan (Israel) dibatalkan," kata Abbas kepada Mussa seperti diungkapkan Erakat kemarin. Mitchell dijadwalkan kembali ke Palestina pekan depan. Senin lalu (8/3) diplomat 76 tahun tersebut sukses membujuk Israel dan Palestina untuk kembali duduk semeja, membahas perdamaian Timur Tengah.

Dari Washington, Jubir Departemen Luar Negeri Philip Crowley menegaskan bahwa cetak biru Ramat Shlomo menjadi prioritas AS dalam misi damai Timur Tengah. "Kami tengah membicarakan hal tersebut dengan pemerintah Israel dan berusaha mencari tahu latar belakangnya," ujar Crowley. Dia berharap agar Micthell bisa kembali memenangkan dukungan kedua pihak untuk melanjutkan perundingan damai yang terbengkalai pada Desember 2008 karena serangan Israel ke Jalur Gaza.

Sementara itu, cetak biru Ramat Shlomo yang diungkap awal pekan ini juga menimbulkan perpecahan dalam koalisi Netanyahu. "Partai Buruh yang berkomitmen pada proses damai (dengan Palestina) semakin kesulitan mengikuti ritme pemerintah. Kemarahan Biden bisa dibenarkan. Telah terjadi kesalahan yang sangat fatal dan harus ada harga yang dibayar," papar Menteri Pertanian Shalom Simhon kepada Radio Army seperti dilansir Associated Press.

Senada dengan Simhon, Sekretaris Kabinet Zvi Hauser menyebut publikasi cetak biru Ramat Shlomo jelang kunjungan Biden itu sebagai kesalahan. "PM (Netanyahu) minta Menteri Dalam Negeri Eli Yishai menghadap hari ini (kemarin)," ujarnya. Yishai diminta mempertanggungjawabkan kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang dia pimpin terkait dengan pemilihan waktu publikasi. (hep/ami)

(Sumber:~www.jawapos.co.id~)